Ruang Kreatif Di Gudang Tua

1.jpg

Di salah satu ujung persimpangan CSW yang berada di kawasan Blok M terdapat sebuah kompleks yang terdiri dari beberapa bangunan besar dan deretan rumah tua yang terlihat sudah tidak terurus. Pagarnya yang tinggi dan tertutup rapat menambah kesan misterius kompleks tersebut. Bisa jadi jika tidak diapa-apakan, dalam hitungan tahun bangunan-bangunan tersebut bisa saja segera ambruk.

Kompleks seluas 6.500 m2 tersebut dulunya merupakan perumahan pegawai Perum Peruri yang berpunggungan dengan gudang tempat percetakan uang milik perusahaan negara tersebut. Berdiri sejak tahun 1950-an – bersamaan dengan berkembangnya wilayah Blok M sebagai kota mandiri – kompleks ini berisikan 16 unit rumah berarsitektur jengki khas Indonesia pada masa itu.

2.jpg
3.jpg

Beruntung, pada tahun 2019 Peruri sebagai pemilik aset kemudian memutuskan untuk mengaktifkan kembali kompleks tersebut. Namun alih-alih melanjutkan fungsinya sebagai gudang uang dan perumahan pegawai, mereka justru akan menjadikan kompleks tersebut sebagai ruang-ruang kreatif bagi generasi muda.

4.jpg
 
5.jpg

Adalah Handoko Hendroyono – seorang creativepreneur ­– yang kemudian digandeng oleh Peruri untuk merevitalisasi kompleks tersebut. Bersama beberapa rekannya seperti Jacob Gatot Sura (arsitek), Wendi Putranto (jurnalis musik), Glenn Fredly (musisi), Lance Mengong (sutradara), dan Mario Sugianto, mereka memiliki visi untuk menjadikan kompleks baru yang dinamakan M Bloc ini sebagai sebuah katalisator ruang kreatif publik di tengah Jakarta.

Handoko di depan salah satu unit rumah yang nantinya akan dijadikan sebagai ruang kreatif.

Handoko di depan salah satu unit rumah yang nantinya akan dijadikan sebagai ruang kreatif.

Menengok sejarah kawasan yang menjadi lokasinya ini, Blok M dahulu memang pernah menjadi episentrum aktivitas anak muda di tahun 80-90an. Ingat saja bagaimana Lintas Melawai pada masanya merupakan tempat nongkrong muda-mudi pada jamannya – semacam area Senopati di masa kini. Namun menjelang akhir 90-an hingga tahun 2000-an, area Blok M kemudian seakan mati suri ditinggal mereka yang dulu ‘menghuni’ setiap harinya. Bahkan area itu pun sempat dicap sebagai tempat yang kurang aman karena tiba-tiba berubah menjadi semacam ‘red light district’ dengan kemunculan klab-klab karaoke lengkap dengan gadis-gadis pemandu yang menanti di pinggir jalannya.

Awal 2010-an, detak pergaulan di Blok M sedikit demi sedikit kembali berdenyut. Diawali dengan revitalisasi kompleks Blok M Square dan kehadiran berbagai restoran Jepang yang menjadi daya tarik bagi anak muda masa kini. Selain itu, berbagai gerai kopi trendi pun satu persatu tumbuh tidak hanya di Blok M namun juga hingga ke beberapa daerah sekitarnya seperti Panglima Polim. Salah satu yang mungkin juga menjadi penggerak semangat muda di Blok M adalah kedai Filosofi Kopi yang juga dimiliki oleh Handoko. Semenjak Filosofi Kopi hadir di Blok M, seketika area yang dulunya sepi mendadak kembali riuh dan menjadi tempat berkumpulnya para generasi muda.

M Bloc sendiri nantinya akan menjadi sebuah creative hub. Namun berbeda konsep dengan ruang kreatif semacam co-working space atau makerspace yang telah ada di Jakarta, komunitas kreatif di M Bloc nantinya akan digerakan oleh musik. “Musik sebagai magnetnya bisa dikaitkan ke berbagai sektor kreatif lainnya seperti seni rupa, makers, kuliner, bahkan arsitektur.” Ungkap Handoko.

Tak heran jika mengingat ada dua nama yang lekat dengan industri musik di balik M Bloc, yakni Glenn Fredly dan Wendi Putranto. Gudang uang yang ada di bagian belakang kompleks nantinya akan diubah menjadi venue untuk konser dengan kapasitas 350 orang. Rencananya, konser musik akan digelar enam kali seminggu dengan pengisi yang bervariasi mulai dari musisi kenamaan hingga mereka yang baru mulai menapaki industri – yang pasti kesemuanya akan melewati kurasi oleh tim program M Bloc.

Adapun rumah-rumah pegawai yang berada di sisi depan akan difungsikan sebagai area ritel, kafe, restoran, dan ruang-ruang kreatif untuk workshop dan pameran. Beberapa nama seperti Suwe Ora Jamu, Titik Temu, Mbok Ndoro, dan Mata Lokal siap mengisi rumah-rumah tersebut dan meramaikan kompleks M Bloc.

Desain oleh Arcadia Architect

Desain oleh Arcadia Architect

Desain oleh Arcadia Architect

Desain oleh Arcadia Architect

Handoko menjelaskan lebih lanjut, M Bloc hadir sebagai ruang kreatif yang mengedepankan konsep social innovation di mana nantinya kompleks ini akan tetap menggunakan aset cagar budaya dan mengalihfungsikan tanpa mengubah bangunan secara drastis. Menurutnya, belum banyak proyek preservasi bangunan tua atau cagar budaya yang dianggap sukses di Indonesia dalam artian merasa dimiliki oleh berbagai stakeholders terutama masyarakat umum. Padahal di kota-kota lain di luar negeri konsep seperti ini telah cukup banyak diimplementasikan seperti PMQ di Hongkong yang memanfaatkan gedung bekas wisma polisi dan The Jam Factory di Bangkok yang mengubah gudang pinggir sungai menjadi ruang kreatif publik.

Arsitektur diharapkan bisa menjadi kunci keberhasilan proyek ini karena saat ini semuanya harus serba "Instagramable". Oleh karenanya M Bloc digarap serius oleh Jacob Gatot Sura dari biro arsitek Arcadia Architect dengan menjadikan M Bloc tampil lebih 'kekinian' tanpa meninggalkan langgam arsitektur 'jengki' khas Indonesia tahun 50-an.

Dengan hadirnya M Bloc nantinya, Handoko berharap konsep ini bisa menjadi semacam cetak biru sederhana, “Saya tidak muluk-muluk untuk berharap ini menjadi sebuah grand strategy, namun setidaknya konsep M Bloc ini bisa direplikasi di kota lainnya di Indonesia sehingga bisa menggerakkan gairah kreatif.” Tambahnya.

Selain itu, Handoko juga menjelaskan bahwa sebisa mungkin M Bloc akan dibuat secara inklusif karena kecenderungan saat ini bahwa ruang kreatif yang ada di Jakarta terlalu terkesan eksklusif dan hanya untuk kalangan atau komunitas tertentu. Ini menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi Handoko. “Salah satu bentuknya adalah dengan konsep tenant mix yang sebisa mungkin mengakomodir seluruh lapisan masyarakat.” Jelas Handoko menjawab persoalan tersebut. “Selain itu, nantinya pagar pembatas antara kompleks dan trotoar pun akan kami hancurkan.” Lanjutnya. Handoko berharap bahwa dengan ketiadaan pagar yang membatasi kompleks M Bloc, masyarakat akan merasa bahwa area tersebut merupakan fasilitas bersama sehingga rasa kepemilikannya menjadi tinggi dan mau turut berpartisipasi – baik berkreasi atau sekadar menikmati kreativitas yang ada.

Previous
Previous

Kunci Berpikir Lebih Kreatif

Next
Next

Coretan Masa Kecil Jordan Marzuki