Kenapa Banyak Brand Tutup Toko di Indonesia?

Geometry-Kinokuniya_Muji.jpg

Industri retail di Indonesia terus mengalami perubahan. Terutama ketika pandemi yang membuat banyak bisnis berjatuhan karena tidak bisa bertahan. Baru-baru ini kita harus mengucapkan selamat tinggal pada dua brand ternama, Kinokuniya Plaza Senayan dan Muji. Kedua brand tersebut padahal sudah berada lama di negara kita. Juga jadi brand dengan posisi yang cukup kuat di lingkup global. Tapi mengapa keduanya meninggalkan Indonesia?

Cynthia Wirjono, CEO dan Co-Founder Oaken Lab yang sudah berkecimpung belasan tahun di industri retail Indonesia menduga bahwa Kinokuniya meninggalkan Indonesia karena berkurangnya permintaan buku dan majalah cetak. Pembaca kini lebih banyak memilih publikasi online yang dapat dinikmati lewat layar gadget. Walaupun buku akan tetap memiliki pasar yang niche selayaknya dunia musik dengan piringan hitamnya. Namun, para pembaca di era ini membeli buku bukan sebagai kebutuhan. Masalah ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di panggung internasional.

Sementara itu untuk Muji, Cynthia melihat ada masalah “product to market fit” akibat harga terlalu yang tinggi. Apalagi ketika Ikea masuk dengan strategi dan penentuan harga yang lebih agresif untuk diterima pasar Indonesia. Menurutnya, pandemi tentu sangat berdampak bagi dunia retail. Yang tidak bertahan adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bisa beradaptasi dan kurang relevan seperti Muji dan Kinokuniya.

Akan tetapi, ke depannya roda perputaran dunia retail tidak akan berhenti. Bahkan berpotensi untuk terus bertingkat. Hanya format bisnis retail yang akan berkembang dan berubah. “Online shopping sudah mengubah cara konsumen belanja. Marketplace seperti Tokopedia dan Shopee akan menggantikan mal. Bisnis retail yang bisa bertahan adalah yang memberikan pengalaman omni channel. Satu hal yang tidak akan berubah adalah kualitas dan keunikan produk di mana harus tetap menjadi fondasi dasar retail yang baik. Konsumen punya opsi sangat banyak dan bisnis punya kesempatan untuk bertahan jika menawarkan produk yang berkualitas”, jelasnya.

Cynthia meyakini bahwa untuk bertahan di negara kita, para pebisnis dan marketer harus memahami konsumen Indonesia dari semua sisi. Mereka harus bisa memastikan produk dan servis yang dijual apakah sudah cocok dengan yang dibutuhkan serta diminati. Brand yang datang dari luar negeri harus siap beradaptasi dengan budaya masyarakat Indonesia. Contohnya perusahaan sebesar Nike bisa sukses di Indonesia karena memiliki produk massal hingga produk eksklusif seperti Nike Jordan yang mana dikenal dengan sebutan tier 1 dan tier 0. 

Previous
Previous

Virtual Cinema, Model Bisnis Alternatif Bagi Bioskop Independen

Next
Next

Pentingnya User Research Sebelum Mengembangkan Produk