Pentingnya User Research Sebelum Mengembangkan Produk

Geometry-User_Research.jpg

Dalam membuat suatu produk – atau bahkan servis dan layanan – ada satu hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu yakni memahami audiens. Yang dimaksud dengan audiens di sini adalah calon pengguna yang nantinya akan membeli produk atau servis yang kita ciptakan. Salah satu cara memahami audiens adalah dengan melakukan riset pengguna atau user research.

Apa?

Pasti tidak ada satupun bisnis yang berniat untuk menciptakan sebuah produk yang tidak diinginkan atau dibutuhkan oleh konsumen. Untuk menghindari hal itu terjadi, riset pengguna menjadi tahapan penting yang harus dilalui untuk memahami perilaku, kebutuhan, dan sikap konsumen (atau calon konsumen) atas sebuah produk atau servis dengan cara mengobservasi atau berbicara dengan mereka dan mengumpulkan masukan. Kadang, proses ini yang sering lupa dilakukan oleh pemilik bisnis karena sudah menganggap bahwa idenya brilian.

Sedikit berbeda dengan riset pasar atau market research yang juga mempelajari perilaku dan kebutuhan konsumen, riset pengguna tidak menitikberatkan pada demografi, status sosial ekonomi, dan data-data statistik lainnya. Dalam riset pengguna, biasanya yang digali adalah profil dari konsumen dan kebutuhan mereka atas sebuah produk atau servis dan bagaiamana kebiasaan mereka terhadap produk atau servis tersebut. Hasilnya, tim produk akan menggunakan data yang didapatkan untuk membuat produk atau servis yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Riset ini tidak hanya perlu dilakukan sebelum menciptakan suatu produk saja sebenarnya. Proses yang sama juga dapat diaplikasikan dalam berbagai tahapan – mulai dari pengetesan konsep, pembuatan prototipe, hingga penyempurnaan dan pengembangan produk.

Ada dua metode atau tipe penelitian yang bisa dilakukan untuk riset pasar, yakni penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif.

Kualitatif adalah mencari “kenapa”. Biasanya dalam metode kualitatif, periset mencoba menelaah perilaku, emosi, dan opini responden melalui diskusi kelompok (focus group discussion – red.), wawancara tersendiri, atau observasi bagaimana responden menggunakan produk tersebut (studi etnografi atau ethnographic studies – red.).

Sementara sebaliknya, penelitian kuantitatif menekankan pada jumlah – yang umumnya melibatkan pengumpulan data dan pengolahan statistik dengan menggunakan survei.

Kenapa Riset Menjadi Penting?

Dalam mengembangkan sebuah produk atau servis, kita tidak mungkin begitu saja mengira-ngira apa yang diinginkan konsumen dan langsung memproduksi berdasarkan asumsi. Penciptaan produk adalah sebuah proses bertahap dan kolaboratif. Kita harus benar-benar memahami permasalahan yang dihadapi oleh konsumen sehingga produk atau servis yang nantinya kita tawarkan bisa menjadi solusi untuk mereka.

“Penciptaan produk adalah sebuah proses bertahap dan kolaboratif.”

Satu-satunya cara untuk bisa menemukan solusi untuk suatu permasalahan adalah dengan menempatkan diri dalam posisi pengguna. Riset ini lah yang bisa membantu kita untuk berada dalam perspektif konsumen agar bisa menciptakan produk atau servis sebagai solusi untuk kebutuhan mereka.

Langkah Melakukan User Research

Dalam membuat suatu produk – atau bahkan servis dan layanan – ada satu hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu yakni memahami audiens. Yang dimaksud dengan audiens di sini adalah calon pengguna yang nantinya akan membeli produk atau servis yang kita ciptakan. Salah satu cara memahami audiens adalah dengan melakukan riset pengguna atau user research.

Berikut merupakan langkah-langkah yang harus diperhatikan untuk menyusun user research:

1. Perjelas Tujuan

Mulailah dengan menentukan beberapa hipotesis atau asumsi yang ingin dites atau divalidasi melalui riset. Asumsi-asumsi ini akan mempermudahmu dalam bertanya pada responden sehingga riset akan lebih terarah. Misalnya, kamu ingin memulai bisnis penyewaan mainan anak. Buatlah hipotesa atau asumsi awal seperti, “Hampir semua orangtua tidak mau membelikan mainan yang mahal untuk anak karena hanya akan dipakai sebentar saja.”

2. Buat Pertanyaan Yang Tepat

Berdasarkan hipotesa di awal, susunlah pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pernyataan tersebut untuk divalidasi. Pastikan pertanyaanmu merupakan pertanyaan terbuka (open questions – red.) agar responden memiliki kesempatan untuk menyampaikan alas an. Siapkan juga pertanyaan lanjutan atau follow-up questions agar kamu bisa lebih mendalami logika dari responden untuk mengetes asumsimu.

3. Pastikan Metode

Tentukan bagaimana kamu ingin mendapatkan informasi untuk validasi hipotesamu berdasarkan batasan budget, waktu, atau limitasi lainnya yang kamu miliki. Misalnya saja wawancara satu persatu akan lebih memakan waktu dibandingkan diskusi grup di mana semua responden dikumpulkan dalam satu waktu yang bersamaan. Atau misalnya dengan pendekatan etnografi di mana kita mengobservasi responden dalam menggunakan prototipe produk dalam rentang waktu tertentu – tentunya akan memakan biaya yang lebih besar.

4. Tentukan Objek Riset

Pastikan kamu memilih demografi yang tepat sebagai objek riset. Idealnya, responden untuk riset ini merupakan orang-orang yang kemungkinan akan menjadi konsumen produk atau layananmu nantinya. Misalnya, produkmu adalah minuman soda untuk remaja, jangan jadikan orang tua sebagai salah satu responden.

Kalau kamu melakukan riset secara independen atau tanpa bantuan lembaga riset atau konsultan, pastikan kamu mencari objek yang memang belum mengenal rencana bisnismu agar tidak bias.

5. Mulailah Riset

Kemampuan komunikasi yang baik akan membuat riset menjadi lebih efektif. Belajarlah terlebih dahulu untuk melakukan wawancara sebelum memulai riset. Saat riset telah berlangsung, jangan takut-takut untuk mengubah arah pembicaraan jika responden masih belum memberikan pendapat yang mendalam. Selain itu, yang juga harus diperhatikan adalah saat responden kemudian mendiktemu dengan memberikan solusi-solusi yang mereka anggap tepat. Ingat lagi bahwa fokus dari pertanyaan riset adalah untuk memahami permasalahan yang dihadapi konsumen dan kita lah yang harus muncul dengan solusi.

6. Analisa Hasil

Saring, padatkan, dan atur penemuan dari jawaban responden secara teroganisir agar kamu dapat membaca dan menganalisa hasil riset dengan mudah. Bandingkan hasil tersebut dengan hipotesa awal. Tanyakan lagi pada dirimu, “Apa yang kita pelajari? Apakah hipotesa awal terbukti atau tidak? Apakah ada sesuatu yang mungkin berakibat pada pengembangan produk kita?”

7. Pertimbangkan Data Kuantitatif

Meski hasil dari riset mungkin dirasa cukup, tidak ada salahnya untuk melakukan justifikasi dengan menambah riset kuantitatif yang bertujuan untuk memvalidasi kesimpulan yang diambil dengan membandingkan hasil pada jumlah responden yang lebih banyak. Jika tidak menggunakan agensi atau konsultan, kita bisa melakukan riset kuantitatif secara mandiri dengan menggunakan survei online yang banyak tersedia di internet.

Pada akhirnya, melakukan riset pengguna menjadi hal yang penting untuk mengetahui permasalahan apa yang dihadapi oleh calon konsumen dan bagaimana produk atau jasa kita dapat membantu mereka.

Riset kualitatif maupun kuantitatif keduanya memiliki fungsinya masing-masing, namun menerapkan metode kualitatif menjadi permulaan yang baik – terutama jika kita mengerjakan riset ini secara mandiri.

Agar hasil riset benar-benar tepat dan berguna untuk pengembangan produk kita, pastikan untuk membangun hipotesa atau asumsi awal yang akan memandu pertanyaan kita untuk responden dan menghasilkan kesimpulan yang jelas untuk proses pengembangan produk atau jasa nantinya.

Previous
Previous

Kenapa Banyak Brand Tutup Toko di Indonesia?

Next
Next

Trik Buttonscarves Kombinasikan Pengalaman Belanja Online-Offline