Trik Buttonscarves Kombinasikan Pengalaman Belanja Online-Offline
Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, pasar pakaian Muslim atau modest wear di Indonesia sangat berkembang. Tidak hanya penggunanya yang banyak, pemain di industri modest fashion pun tidak sedikit. Lalu, bagaimana sebuah brand modest wear dapat bersaing di pasar?
“Pakaian yang menyasar kelompok mayoritas, pasti akan berkembang dengan baik,” sebut Linda Anggraeni, Founder dan CEO dari Buttonscarves, mengawali penjelasannya. “Dengan makin bertambahnya influencer berhijab, banyak sekali orang yang terpengaruh untuk ikut menggunakan hijab atau pakaian Muslim saat ini. Di sini, media sosial berpengaruh penting untuk mendorong pembentukan pasar modest wear.”
Berawal dari kebutuhan dirinya yang baru saja berhijab dan tidak menemukan brand hijab yang memiliki kualitas bagus dan sesuai keinginanya, Linda memutuskan untuk mendirikan Buttonscarves lima tahun lalu. Selain melihat adanya peluang di segmen pasar premium untuk brand modest wear, saat itu, ia langsung memikirkan bahwa brand yang tengah dirintisnya ingin bisa go international dan disamakan dengan brand internasional lainnya. Untuk itu, ia harus menyediakan produk yang dapat bersaing dengan brand asing tersebut, mulai dari kualitas dan harga yang ditawarkan. “Kalau aku masuk ke pasar yang perang harga, yang mengutamakan harga murah dan kualitas seadanya, akan sulit bagiku untuk bersaing dengan brand luar. Dari awal aku ingin bisa Buttonscarves ditemukan di mall. Belum banyak local brand yang masuk mall,” lanjutnya menerangkan. “Nggak apa-apa, deh, beda dari yang lain, agak mahal sedikit. Tapi untuk jangka panjangnya, bisa jadi brand yang punya strong identity dan value ke customer.”
Dalam industri mode, tidak bisa dipungkiri setiap hari akan ada pemain baru yang membuat persaingan semakin ketat. Menurut Linda, hal yang perlu dilakukan bagi pemilik brand untuk dapat bertahan dan bersaing di pasar adalah dengan selalu inovatif serta kreatif memberikan hasil yang terbaik. “Kalau apa yang kita kerjakan stay to our value, konsumen akan setia. Buktinya di dunia fashion, ada banyak brand yang bisa bertahan puluhan hingga ratusan tahun karena menjaga value-nya ke customer. Ini juga yang akan dilakukan Buttonscarves,” tambahnya.
Pengalaman Belanja Online
Misalnya untuk bisa bertahan di saat pandemi ini, Buttonscarves pun menyesuaikan diri dengan segera mengubah rencana koleksi yang mereka keluarkan menjadi produk yang home friendly, seperti hijab instan dan masker. Selain itu, untuk memindahkan traffic dari toko offline yang harus tutup sementara waktu ke online, Linda pun memikirkan cara untuk bisa membawakan experience yang biasa konsumen dapatkan secara offline untuk bisa dilakukan secara online juga. Dari sini, tercetuslah ide membuat sesi live streaming yang membahas tentang produk yang dikeluarkan, yang dapat ditonton melalui platform website Buttonscarves.
“Dengan cara live review, kita bisa jawab langsung pertanyaan customer, dan bisa kasih tahu detail-detail yang terkait produk tersebut. Hal ini disambut baik juga oleh customer. Ibaratnya seperti minta tolong ke teman untuk lihatkan produknya sebelum membeli, not too much effort tapi tahu detailnya,” jelas Linda. ”Ditambah lagi, dengan nonton live review bisa langsung belanja. Ini memang fitur yang bisa dibilang kayaknya di Indonesia, local brand, baru Buttonscarves yang pertama kali menjalankan itu. Kita bekerjasama dengan vendor di Amerika Serikat, karena di sini belum ada yang bisa bantu live streaming sekalian belanja.”
“Dengan cara live review, kita bisa jawab langsung pertanyaan customer, dan bisa kasih tahu detail-detail yang terkait produk tersebut.”
Salah satu hal yang membuat Buttonscarves berkembang adalah peran komunitasnya yang kuat, yang terbentuk dari para pelanggannya. “Komunitas ini terbentuk dengan sendirinya karena di saat awal, kita memanggil pelanggan kita BS Lady sebagai, istilahnya, panggilan sayang ke mereka,” ungkap Linda. “Tapi lama-lama orang-orang yang suka dengan Buttonscarves saling berkomunikasi satu sama lain, janjian memakai kembaran hijab, dan terbentuk rasa memiliki. Jadi kita pun kemudian mewadahi komunitas tersebut.” Linda menyebutkan, komunitas yang tidak sengaja terbentuk ini ternyata memiliki respon yang luar biasa. Para BS Lady ini senang diajak berkomunikasi dan dimintai saran karena merasa jadi terlibat dalam membangun dan membentuk brand Buttonscarves. Menurut Linda, hal ini membuat mereka menjadi semakin engage dan loyal.
Rencana Konsep Ritel Masa Depan Buttonscarves
Saat ini, Buttonscarves memiliki 24 toko di Indonesia, dan 2 di Malaysia. Ke depannya, Linda menyebutkan, ia ingin mengembangkan grup ritel fashion yang diisi dengan brand lokal. Menanggapi lanskap ritel yang kurang lebih cukup berubah di kala pandemi, Linda berpendapat, sedemikian berkembangnnya online, fashion industry tidak akan bisa lepas dari peran offline retail, di mana ada experience khusus yang membedakan antara pengalaman offline dan online. Misalnya konsumen tidak bisa memegang langsung produk, merasakan, atau mencobanya secara langsung melalui online.
“Ke depannya, gayanya hybrid. Tidak bisa berdiri sendiri secara online, maupun offline. Kita ikuti saja perkembangan yang ada. Kalau ada platform baru yang memungkinkan kita berjualan di sana di masa depan, sebagai brand, kita ikuti saja. Harus terus update,” sebut Linda menutup penjelasan. “Dengan memiliki dua saluran offline dan online, bisa saling memberi pengalaman yang mendukung satu sama lain. Misalnya orang tahu dulu brand kita dari offline, kalau ia sudah percaya dengan kualitas brand kita, ia akan merasa nyaman belanja online di kemudian hari yang lebih praktis.”