2021 Trends: Serba Nabati

processed_Geometry-2021_Trends-1.jpg

Beragam peristiwa yang terjadi pada 2020 mengubah cara manusia dalam menjalani hidup dan mengakselerasi berbagai industri untuk beradaptasi. Begitu pula yang akan terjadi di 2021. Tahun yang baru akan memunculkan banyak hal baru pula.

Melalui Trends, Geometry akan mengajak kita semua untuk mengintip berbagai ide yang diperkirakan akan menjadi fenomena dalam industri. Trends 2021 terbagi dalam beberapa kategori yaitu Food & Beverage, Fashion & Beauty, dan Health & Wellness.

Serba Nabati

Sejak pandemi Covid-19 di awal tahun lalu, konsumen mulai menempatkan kesehatan sebagai prioritas utama. Salah satu dampaknya adalah pengeluaran untuk makanan sehat yang semakin meningkat. Sayur-mayur dan bahan-bahan nabati lainnya kemudian menjadi bahan pangan yang dipercaya memberikan nutrisi lebih baik bagi tubuh di masa seperti ini dibandingkan bahan hewani seperti daging-dagingan.

Jika dulu bahan nabati hanya diolah secara sederhana seperti dimasak dalam bentuk aslinya, pada 2021 ini diprediksi nabati akan dijadikan bahan utama untuk olahan produk makanan lainnya – bahkan menggantikan produk hewani seperti daging atau telur!

Berdasarkan laporan dari BIS Research, diperkirakan industri pangan nabati (plant-based food - red.) akan mencapai nilai US$480,4 miliar pada 2024 dengan pertumbuhan sekitar 13,82% dari 2019 hingga 2024. Menurut laporan lainnya dari lembaga riset Mintel, peningkatan permintaan makanan nabati ini didorong oleh berbagai faktor di antaranya kepedulian akan lingkungan hidup, kesehatan, etika, dan perluasan sumber protein dari masyarakat dunia.

Di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, kacang kedelai menjadi bahan nabati yang paling sering diolah menjadi sumber pangan. Namun brand yang ingin mulai masuk ke industri makanan plant-based diharapkan bisa mencari sumber protein nabati dari kacang-kacangan lainnya seperti kacang hijau, kacang koro, kacang mede, atau kenari agar bisa memberikan variasi pilihan bagi konsumen. Selain kacang-kacangan, masih ada bahan nabati seperti rumput laut atau nangka yang juga dapat diolah menjadi protein alternatif.

Tantangan terbesar untuk industri makanan plant-based untuk dapat diterima secara luas di Indonesia adalah harga yang harus kompetitif dengan bahan pangan hewani. Selama ini produk plant-based selalu dipasarkan secara premium dengan menargetkan masyarakat kelas atas di kota besar. Selain itu, ada kesalahpahaman bahwa makanan plant-based hanya diperuntukkan bagi kaum vegetarian saja mengakibatkan popularitasnya juga terbatas. Kedua hal ini yang seharusnya bisa dijadikan kesempatan bagi lebih banyak brand untuk terjun ke bisnis plant-based dan menyasar pada demografi yang lebih luas lagi.

Brand Highlight

Image courtesy of Eggnot.
 

Eggnot menghadirkan “telur” dari nabati (plant-based egg - red.) pertama di Indonesia. Dengan bahan utama kacang hijau, “telur” yang tidak dihasilkan oleh unggas ini dapat diolah menjadi berbagai olahan makanan seperti omelet, scrambled egg, hingga menjadi bahan pengikat dalam campuran roti atau kue sebagai pengganti telur ayam.

Karena terbuat dari 100% bahan nabati, Eggnot tidak hanya merupakan substitusi bagi telur ayam, tapi juga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi akan asam folat, vitamin B12, dan serat, sehingga dapat menjadi pilihan untuk mereka yang merupakan vegan, memiliki alergi pada telur, atau menginginkan konsumsi makanan yang lebih sehat karena sama sekali tidak mengandung kolesterol.

Geometry-KLOPT.png
 

Adanya kebutuhan akan mentega nabati (plant-based butter - red.) untuk konsumen vegan dan para mengidap lactose intolerant, Klopt memperkenalkan Plant-based B(v)utter yang yang terbuat dari campuran minyak kelapa dan krim kacang mede. Alternatif mentega yang lebih ramah lingkungan tanpa mengorbankan rasa, tekstur, serta kegunaan ini hadir dalam dua varian, yaitu salted dan unsalted, yang membuatnya dapat menjadi pilihan untuk dikonsumsi secara langsung atau sebagai campuran dalam bahan memasak.

Mentega ini pun bebas dari kandungan lemak jenuh, serta jumlah kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan produk mentega yang terbuat dari susu sapi. 

Image courtesy of Green Butcher.
 

Seiring meningkatnya gaya hidup vegan menimbulkan kebutuhan akan varian menu alternatif pengganti daging semakin tinggi. Green Butcher menjawab kebutuhan tersebut dengan menghadirkan produk “daging” berbahan nabati (plant-based meat - red.) pengganti daging ayam dan sapi dalam kemasan. Tidak sekedar bebas pengawet, kaya nutrisi, dan protein nabati, Green Butcher pun menyesuaikan cita rasa “daging” tersebut dengan selera lidah lokal, serta mengemasnya dalam bentuk produk siap olah untuk berbagai varian menu, sehingga konsumen tinggal memasak atau menghangatkannya dengan mudah. Produk plant-based meat yang ditawarkan Green Butcher antara lain seperti Chick’n Satay, Shroom Balls, Beafless Rendang, Mushroom Patty, dan lain sebagainya.

Previous
Previous

Pelajari Ini Sebelum Buka Coffee Shop Sendiri

Next
Next

Merangkai Bunga LEGO Yang Tidak Akan Layu