Ragam Potensi Pasar Film bagi Sineas

Festival Film Uni Eropa atau Europe On Screen sudah menghadirkan film-film Eropa terkurasi selama 23 tahun terakhir. Geometry berkesempatan untuk berbincang dengan Festival Co-Director dari Europe On Screen, Meninaputri Wismurti atau yang akrab disapa Putri dan Nauval Yazid tentang salah satu akses untuk mendapatkan film-film terbaik, yaitu pasar film.

Pasar film merupakan tempat terjadinya transaksi perfilman, seperti pendanaan, akuisisi, distribusi, dan lain sebagainya. Putri kemudian menggambarkan pasar film sama dengan pasar tradisional biasa, dimana ada warung beserta pedagang dan pembelinya.

Di pasar film; distributor, pemilik bioskop, kritikus atau festival film programmer—seperti Putri dan Nauval— akan hadir sebagai pembeli dan melihat-lihat apa yang disuguhkan oleh para filmmaker. Film yang ditawarkan pun memiliki macam rupa, mulai dari yang masih berbentuk ide, baru memasuki post produksi, atau yang sudah selesai sepenuhnya.

Tentunya ada beberapa pasar film besar dengan peminat yang cukup tinggi, diantaranya seperti America Film Market (AFM), European Film Market yang dilangsungkan bersamaan dengan Berlin International Film Festival, serta Marché Du Film dari Cannes Film Festival.

Keempatnya memiliki karakteristik yang berbeda dan tentunya ini harus diperhatikan oleh para sineas sebelum memutuskan untuk ikut hadir dalam pasar film terkait. Seperti AFM yang berlangsung tanpa festival film, Berlin International Film Festival yang lebih public oriented—artinya seseorang yang bukan pekerja film juga diperbolehkan untuk hadir di pasar film—hingga Cannes yang hanya memperbolehkan pekerja industri saja yang datang.

Nauval juga menerangkan, bahwa sebetulnya transaksi terjadi tidak bergantung pasar film saja. Transaksi film juga terus berlangsung pada festival-festival film lain seperti Sundance, Toronto, Donostia-San Sebastián, Karlovy Vary, dan sebagainya. Namun keberadaan pasar film juga cukup penting guna memfokuskan transaksi film pada satu rentang waktu tertentu, sehingga seluruh sineas bisa berkumpul dan bertemu disaat bersamaan.

Regulasi Pasar Film Cannes

Pasar film tentunya memberikan cakupan networking yang sangat luas. Lalu bagaimana cara untuk menghadirinya? Jika pasar film digambarkan seperti pasar tradisional, Putri kemudian menjelaskan bahwa setiap filmmaker bisa langsung mendaftarkan diri.

“Banyak menemui independent filmmaker juga yang langsung nge-booking slot Market Screening tapi dia nggak punya booth. Dia bergerilya sendiri menjajakan film-filmnya ke orang-orang yang lewat di balik layar,” tutur Putri.

Tidak banyak checklist yang harus dipenuhi selama sineas yang ingin menjual filmnya memenuhi syarat dari penyelenggara dan menyanggupi biaya yang harus dibayarkan. Selain datang secara mandiri, di Cannes Film Market ada pula village international yang diperuntukkan bagi negara-negara yang didukung oleh kementeriannya untuk memiliki booth di pasar film dan menjajakan film-film dari negara asalnya untuk dijual.

Putri kerap melihat Filipina, Singapura, Jepang, serta negara-negara Eropa dan Amerika yang hadir di village international. Tentunya booth ini bisa digunakan oleh para independent filmmaker untuk ikut menjual film mereka. Bahkan, jika film yang ditawarkan masih berupa ide atau naskah yang belum selesai, beberapa pasar film menyediakan forum atau showcase untuk proyek yang mencari pendanaan. Bisa juga bila film sudah jadi dan belum memiliki distributor, maka ada program market screening atau pemutaran film khusus di pasar film saja.

Keuntungan Pasar Film bagi Sineas

Pasar film pastinya memberikan keuntungan tersendiri bagi para sineas yang menginjakan kaki di dalamnya. Nauval menguraikan bahwa networking merupakan keuntungan yang bisa dirasakan langsung maupun tak langsung. Sineas bisa melihat film-film yang menarik perhatian dan akan didistribusikan oleh distributor, tentunya hal ini akan mematok tren film yang akan beredar di pasar nantinya.

Di Marché du Film sendiri, ada rubrik jurnal harian untuk membantu para sineas mengikuti hal-hal yang terjadi selama pasar film berlangsung. Salah satu yang Nauval lihat adalah pengaruh demo asosiasi penulis yang terjadi di Amerika. Hal ini berdampak pada aktivitas buyer dari Amerika yang gencar mencari proyek luar untuk platform mereka.

“Jadi kemarin bisa di bilang Cannes Film Market tiba-tiba begitu banyak buyer dari Amerika yang cari konten dari luar Amerika untuk platform mereka masing-masing, dan biasanya kita nggak bisa mengelak dari kenyataan bahwa dunia film ini tuh masih semacam kiblatnya masih ke Amerika gitu,” terang Nauval.

Nauval kemudian menambahkan bagaimana pengaruh pembeli dari Amerika sebagai kiblat bagi pembeli dari kawasan lain, “Dari buyer Amerika, (yang mereka) beli biasanya itu langsung akan menjadi bukan kiblat mutlak ya, atau menjadi panduan penting yang buyer atau pembeli film dari kawasan lain untuk melihat ‘Oh kaya gini loh konten yang mereka beli’ Jadi itu sih melihat tren, membaca tren itu jadi penting banget di film market,”

Putri juga menjelaskan bagaimana keuntungan tak langsung yang bisa dirasakan oleh para sineas, yaitu exposure. Putri mengambil contoh bagaimana sutradara asal Makassar, Khozy Rizal—yang filmnya terpilih untuk diputar di Cannes Film Festival—jadi mengetahui bagaimana pasar film bekerja. Khozy pasti banyak bertemu dengan distributor, atau festival organizer yang walau tidak membeli filmnya namun setidaknya bisa mengenal film Tanah Air. Tentunya ini membuat nama Indonesia semakin tercium oleh sineas dari mancanegara.

Previous
Previous

Menjadi Manusia Rakayan Usia ke-5 Tahun dengan Hari Menjadi Manusia

Next
Next

The Trees & The Wires oleh Gulung Tukar: Dari Periferi, Semarakkan Kolaborasi Seni Dua Negeri