Potensi Kerajinan Tangan Modern

Industri kreatif di Indonesia semakin berkembang. Beragam industri mulai melihat sektor kreatif sebagai elemen yang dapat menopang bisnis mereka. Misalnya, makin ke sini makin sering kita jumpai sejumlah brand mengajak ilustrator untuk mendesain kemasan mereka atau artisan untuk melakukan kolaborasi produk. Dengan bertumbuhnya pemain di industri kreatif, maka secara langsung timbul kebutuhan akan platform yang dapat mengakomodir para ilustrator dan artisan ini untuk menjual karya, sekaligus mempromosikan produk mereka. Di sinilah Moselo mencoba hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut, sebagai marketplace dengan fokus pada produk kreatif dan kerajinan tangan.

“Pertama kali Moselo muncul di tahun 2017, fokus kami masih pada jasa kreatif di bidang pernikahan. Sangat berbeda dari sekarang,” ujar Erwin Andreas, CEO Moselo. Saat itu, latar belakang ia dan rekannya mendirikan platform ini memang untuk menjawab permasalahan mereka saat tengah mencari vendor penyedia jasa kreatif untuk penikahan. Namun, seiring berjalannya waktu, Erwin pun menyadari bila dalam industri kreatif, kebutuhan akan marketplace yang mengakomodir craft and creative goods justru lebih dibutuhkan. Dari sini, lantas secara bertahap Moselo pun mengalami penyesuaian. “Moselo yang ada saat ini adalah hasil dari pembelajaran dan pengamatan di tahun-tahun awal kita berdiri,” lanjutnya.

Ia menyebutkan, bahwa di Amerika dan negara Asia seperti Jepang serta Cina, marketplace untuk produk kerajinan tangan, salah satunya Etsy, sudah sangat berkembang dan memiliki pasar yang potensial. “Saat ini, mungkin pasar dari produk kerajinan tangan modern di Indonesia masih cukup spesifik. Tapi, biasanya apa yang sudah diadopsi di negara maju, pada akhirnya akan sampai juga di negara kita. Hanya saja waktunya agak lebih lambat,” sebutnya kembali.

Di saat sebelum pandemi sendiri, paling sedikit ada lima offline art market yang berlangsung  secara rutin di setiap tahunnya. Mulai dari Semasa yang  berlangsung paling tidak dua kali di setiap tahun, Basha Market di Surabaya, Pop Market di Yogyakarta, dan masih banyak lainnya, termasuk Moselo yang juga rutin membuat Moselo Art Market dan Moselo Backyard Sales, sebuah art market untuk produk “reject” namun masih dalam kondisi yang baik.

Menurut Erwin, industri kreatif sangan lekat dengan human touch dan interaksi. “Komunitas membuat industri kreatif kuat. Kenapa offline art market bisa booming, karena salah satu alasannya, beberapa produk kreatif kalau dilihat melalui foto saja agak sulit tahu di mana letak value yang membuatnya berharga,” paparnya. “Tapi melalui art market, saat pembeli bisa melihat wujud asli produknya, lalu terjadi percakapan serta interaksi dengan penjualnya, pembeli akan lebih menghargai produk  tersebut.  Ternyata produk tersebut bisa seunik itu, ya.”

Oleh karena itulah, dalam membangun Moselo, Erwin pun memasukkan fitur chat sebagai bagian dari alur konsumen dalam membeli produk di platform ini. Dengan demikian, akan terjadi interaksi terlebih dahulu antara pembeli dan penjual, yang memberi ruang bagi para Moselo Expert (sebutan untuk penjual di Moselo – red) untuk menerangkan produk serta usaha kreatif mereka lebih dalam dan pembeli untuk bertanya-tanya terlebih dahulu.

“Karena fokus Moselo di kategori kreatif ini juga, kami bisa memberi support yang lebih sesuai untuk para tenant UMKM kita dibandingkan marketplace lain yang memiliki banyak sekali kategori dalam naungannya. Salah satunya adalah dengan rutin mengadakan art market yang menampilkan variasi produk dari sejumlah Moselo Expert, sekaligus juga memberi berbagai penawaran menarik pada pembeli,” jelas Erwin.

Para Moselo Expert yang bergabung di Moselo saat ini berasal dari 150 kota di Indonesia. Secara demografi, memang kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bali, dan Medan adalah kota dengan jumlah pembeli paling banyak. Namun, untuk para pelaku wirausaha kreatifnya, Erwin mengakui cukup banyak juga yang berasal dari beberapa daerah seperti Malang, Magelang, Solo, dan Blitar yang bergabung di platform ini. “Kebanyakan orang menganggap kerajinan tangan Indonesia terbatas pada karya tradisional seperti batik, rotan, dan lain sebagainya. Padahal kalau dilihat, kerajinan pop culture di Indonesia, juga sesuatu yang dibuat dari negara ini. Bagaimana supaya bisnis kerajinan tangan di Indonesia bisa dipandang sebagai sesuatu yang relevan dengan zaman, melalui Moselo inilah kami angkat karya para artisan ini agar diketahui lebih luas lagi,“ pungkas Erwin menutup pembicaraan.

Previous
Previous

Inovasi Material Pengganti Kayu Yang Ramah Lingkungan

Next
Next

Membangun Usaha Sosial Ramah Difabel