Musik sebagai Penggugah Rasa Dalam Film

Apakah kamu pernah nonton film kemudian menitikan air mata lantaran musik yang mengalun membuat kamu ikut terhanyut dalam scene film yang sedih? Kalau iya, artinya musik dalam film berhasil mempengaruhi perasaanmu!

Nah, Geometry berkesempatan untuk berbincang bersama pencipta lagu, penata musik, music director dan juga produser, Ifa Fachir, tentang peran musik dalam industri film yang kerap kali tidak kita sadari kehadirannya.

Elemen Musik dalam Film: Scoring dan Soundtrack

Ifa menerangkan bahwa dalam film, musik terbagi menjadi dua jenis; Scoring dan Soundtrack. Scoring merupakan ilustrasi musik atau yang dikenal juga dengan backsound, sedangkan soundtrack adalah lagu yang diciptakan secara spesifik untuk film terkait, soundtrack juga ada untuk mendampingi serta mempresentasikan suatu cerita dalam film.

Elemen musik seperti scoring dan soundtrack memiliki peran yang signifikan. Keduanya berguna untuk bercerita tentang film terkait namun dalam alunan nada dan melodi. Selain bercerita, peran yang paling penting adalah untuk memperkuat rasa dari visual film yang sudah ada.

“Soundtrack atau scoring dalam film itu peran utamanya adalah bercerita, sama sebetulnya sama, apa ya, sama visual yang sudah disampaikan tapi bedanya adalah musik dalam film ini, soundtrack atau scoring, itu bercerita melalui suara, melalui nada-nada yang memang diciptakan khusus gitu,” terang Ifa.

Proses Pembuatan Scoring dan Soundtrack

Dalam proses pembuatan scoring atau soundtrack, Ifa sendiri menitikberatkan nilai kolaborasi di dalamnya. Kolaborasi antar departemen—artistik, kamera, kostum, hingga suara— menjadi poin krusial yang harus berjalan dalam pembuatan suatu film. Ifa mengungkapkan, dengan nilai kolaborasi ini, ia kerap menggarap scoring atau soundtrack mulai dari sebuah sinopsis saja, atau naskah yang masih dalam pengembangan.

Sinopsis atau naskah yang belum rampung tersebut bisa menjadi trigger kreativitas Ifa untuk membayangkan scoring atau soundtrack yang tepat. Poin lain yang tidak boleh luput diperhatikan adalah komunikasi dengan sutradara, serta produser agar dapat berkolaborasi dan menghasilkan karya terbaik.

“Kita harus bersinergi dengan sutradara. Apa yang dipikirkan oleh sutradara kita harus sama nih gitu mindsetnya. Kita harus mengarah ke direction yang sama,” tuturnya.

Ifa menguraikan proses berikutnya. Setelah hasil scoring selesai, tahap picture lock yang akan menentukan apakah scoring sudah cocok atau belum. Sedikit berbeda dengan scoring, soundtrack sudah bisa masuk tahap produksi saat film belum selesai atau masih dalam proses pengembangan. Hal ini dikarenakan soundtrack yang berbentuk lagu akan mempresentasikan satu adegan, karakter, atau cerita secara keseluruhan, sehingga materi yang sudah ada—misal, sinopsis— menjadi source material bagi Ifa untuk menciptakan lagu (soundtrack).

Namun, tak menutup kemungkinan bila produser dan sutradara sudah mengetahui keinginan mereka secara jelas. Proses pemilihan soundtrack yang sangat dinamis ini dapat terjalin lantaran komunikasi yang baik dari sutradara dan produser pada penata suara.

“Seringkali juga sutradara atau produser itu sudah tahu.  Misalkan, pada saat (pembuatan) Keluarga Cemara gitu ya, pada saat aku produksi Keluarga Cemara, of course ada original soundtrack yang aku kerjakan, ada juga kayak produser dan sutradara itu sudah tahu, ‘eh, kita mau lagunya Dialog Dini Hari yang judulnya Tentang Rumahku’. Terus kita, pokoknya ada beberapa soundtrack yang ‘ini udah meresentasikan cerita banget’,” jelasnya.

Faktor paling utama dalam menentukan penempatan scoring atau soundtrack yang baik bagi Ifa adalah fleksibilitas dan rasa. Saat berkolaborasi menata suara, Ifa merasa harus fleksibel dengan style sutradara dan produser film terkait. Memahami style yang diinginkan dan keterbukaan sutradara, serta produser untuk mendengarkan saran dari penata suara juga sangat penting guna menentukan letak scoring atau soundtrack dalam film.

“Ada sutradara atau produser yang seneng banget misalkan scoringnya penuh, jadi dalam satu film scoring tuh penuh banget. Ada juga yang sutradara yang stylenya minimal sekali, jadi kalo misalkan ada dialog yang penting banget, dia nggak mau diganggu, dia nggak mau di-distract gitukan sama scoring atau soundtrack,” ungkap Ifa.

Selain diskusi yang baik dengan sutradara dan produser, rasa menjadi hal yang penting bagi Ifa. Menurunya,  seorang pekerja seni harus menghasilkan karya yang menggunakan rasa. Tanpa rasa, hasil karya akan terasa tidak jujur dan sangat terlihat.

“Jadi, kita harus pake feeling banget, sih. Jadi bener-bener, dan itu memang sesuatu yang sangat abstrak. Jadi kita juga nggak bisa menjelaskan kadang-kadang gitu, ‘apa sih yang dirasain?’ jadi ya udah kadang-kadang nonton adegan beberapa kali, ya udah coba merem aja, apa sih yang keluar dari interpretasi kita sendiri terhadap ini film,” terangnya.

Penentu Latar yang Baik

Saat Geometry tanya tentang tolok ukur scoring atau soundtrack yang bagus, Ifa menuturkan sebab nilai seni yang sangat subjektif sehingga  tidak ada batasan penentu baik-buruk sebuah latar musik. Namun, sukses atau tidaknya sebuah latar musik ditentukan dari kinerjanya untuk menggugah rasa dari penonton.

“Aku rasa tidak, karena yang tadi aku bilang yang namanya seni itu sangat subjektif. Jadi, menurutku tidak ada standar. Tapi, ada tapinya nih, tapinya sangat penting. Balik ke statement aku di awal, musiknya ini sukses atau ngga memperkuat rasa yang mau disampaikan melalui gambar,” ungkapnya.

Ifa kemudian menggambarkan kondisi saat penonton tidak menyadari adanya scoring dalam film yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya musik tersebut. Saat penonton menangis tanpa menyadari adanya scoring, atau saat momen hening pada film horror yang akan membuat bulu kuduk penonton berdiri.

“Jadi standard bagus atau ngga itu menurutku ngga ada, tapi yang penting adalah is the music doing its job or not?’ itu sebenarnya yang lebih penting. Jadi memang kita harus mindsetnya lebih ke ‘musik gua bener melakukan perannya dengan benar ngga, sih?’  Karena kalo misalkan ternyata ngga, kalo misalnya harusnya bikin happy, harusnya musik ini bikin kita semangat, tapi ternyata kita malah lemes atau sedih ya it’s not doing very good job gitu kan,” tutup Ifa.

Previous
Previous

ESMOD Jakarta Berkolaborasi dengan Nusameta Hadirkan Industri Fashion dalam Metaverse

Next
Next

Kolaborasi AneeSa dan Shoemaker Studio: Memories Live Session at Shoemaker Studios