Koperasi sebagai Opsi Model Bisnis Startup

Gelaran IdeaFest telah selesai diselenggarakan pada 18-29 November 2021 lalu. Salah satu topik yang diangkat adalah pembahasan mengenai peremajaan konsep koperasi masa kini yang dibahas dalam sesi Ideatalks “Co-op: Future Business Model for SMEs” hasil kerjasama IdeaFest dan Geometry.  Diskusi dalam sesi ini menghadirkan Anis Saadah (Co-Founder InnoCircle Initiative), Arman (Manager and Business Development at Gudskul Ecosystem), sambutan singkat dari Teten Masduki (Menteri Koperasi dan UMKM), dimoderatori oleh Calvin Budianto (Content Specialist at Tokko).

Ketika mendengar kata koperasi hal pertama yang terlintas adalah bentuk koperasi simpan-pinjam, tantangan yang dihadapi oleh koperasi saat ini ialah menemukan cara untuk memperbaharui konsep koperasi agar dapat menarik perhatian generasi muda. Pengesahan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah nomor 8  tahun 2020, menandai wajah baru perkoperasian Indonesia pada masa mendatang. Regulasi tersebut mengubah tata kelola koperasi sehingga dapat menjadi pilihan model bisnis rasional bagi pelaku usaha. 

Kita tengah berada dalam titik menarik sejarah ekonomi Indonesia. Para pelaku ekonomi kini sudah mulai harus mempertimbangkan secara serius tentang peran mereka terhadap masyarakat sekitar. Terlebih di tengah keriuhan krisis karena pandemi, iklim politik, serta perkembangan teknologi yang terus berjalan. Diskusi dalam sektor bisnis dan ekonomi kini tidak lagi hanya mengutamakan profit melainkan juga mengenai sustainability serta kontribusi yang diberikan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Tentu ada banyak tantangan yang harus dihadapi dalam mengubah citra koperasi yang dianggap telah usang. Pertamamengenai anggapan bahwa konsep koperasi tidak menarik sebagai badan hukum, karena pemahaman sistem koperasi yang terbatas pada koperasi simpan-pinjam. Regulasi pembentukan koperasi yang memiliki batasan minimal anggota 20 orang juga dirasa menyulitkan, terutama bagi perusahaan rintisan yang terkadang dimulai dengan jumlah individu yang tidak melebihi 10 orang. Kendati demikian, perusahaan yang menggunakan koperasi sebagai model bisnis juga tetap harus diperjuangkan, mengingat potensi kontribusinya terhadap masyarakat.

Strategi pendanaan perusahaan dengan model bisnis koperasi juga memang belum terasa familiar. Tak jarang beberapa investor mundur ketika mendengar penerapan model bisnis yang diadopsi adalah koperasi. Strategi pendanaan yang bisa diupayakan salah satunya adalah dengan memulai dari lingkungan terdekat. InnoCircle Initiative juga mengupayakan program pendanaan dari koperasi-koperasi besar yang sudah terlebih dahulu terbentuk. 

“Biasanya saya meyakinkan para pelaku usaha bahwa ada visi yang memang ingin kita jalankan. Harus dari koperasi ke koperasi. Untuk para penggerak, mereka membutuhkan kehadiran koperasi lama untuk memberikan dukungan,” jelas Anis Saadah, Co-Founder InnoCircle Initiative. 

Disamping tantangan yang dihadapi, konsep koperasi sebagai model bisnis juga memberikan peluang baru bagi para pelaku usaha rintisan atau startup. Jika secara umum kita mengenal konsep marketing “bakar uang” atau burn money dari beragam perusahaan rintisan dalam bentuk promo diskon ataupun cashback. Pendekatan koperasi bisa mengganti strategi burn money melalui pembagian kepemilikan dengan para anggota. Keuntungan lainnya adalah proteksi ownership dari founder yang tidak akan tereduksi dengan stakeholder luar yang masuk ke perusahaan melalui saham. Karena pihak yang terlibat pada dasarnya adalah individu-individu yang juga berkontribusi dalam pergerakan ekonomi perusahaan terkait. 

Konsep koperasi sebagai model bisnis juga bisa diterapkan dalam lingkup pekerja seni. Gudskul Ecosystem menjadi salah satu pihak yang tengah berupaya mempopulerkan model bisnis koperasi bagi pada seniman. Berangkat dari sebuah studi kolektif dan ekosistem seni rupa kontemporer, Gudskul Ecosystem juga hadir sebagai ruang belajar mengenai manajemen kelompok kolektif seni. Kesulitan yang kerap dihadapi dalam proses pengenalan koperasi adalah terkadang seniman enggan untuk membicarakan area bisnis dan lebih memilih untuk fokus berkarya.

“Di Lab Koperasi Gudskul, kita menggunakan pendekatan yang lebih artistik, menggunakan cerita bersambung dengan gambar. Agar teman-teman seniman setidaknya memiliki gambaran bagaimana koperasi dijalankan,” ungkap Arman, Manager and Business Development at Gudskul Ecosystem.

Koperasi sebenarnya sistem yang sangat visioner karena para anggota dapat diposisikan sebagai investor. Mengingat level investasi yang masih rendah di tanah air, konsep koperasi dapat menjadi salah satu opsi yang patut dipertimbangkan. Syarat bagi para pelaku usaha yang ingin memulai startup dengan bisnis model koperasi adalah harus memiliki semangat kewirausahaan. Kemampuan melihat peluang menjadi sangat penting, tidak hanya di level founder namun juga hingga level karyawan. 


Previous
Previous

Urban Sneaker Society 2021: Dukung Kebangkitan Local Brand

Next
Next

Rekomendasi Tontonan di Festival Film 100% Manusia