Jangan Keberatan Kalau Brandmu Direview Konsumen

ilustrasi-edited-04 (1).png

Internet memegang peranan penting di lanskap komunikasi era modern. Siapa pun kini dapat bersuara dan menyampaikan segalanya di sana – mulai dari pendapat, keluhan, hingga rekomendasi-rekomendasi personal. Dinamika dunia digital ini pun kemudian membawa pengaruh kepada cara brand berinteraksi dengan konsumennya dan sebaliknya.

Sebelum era digital, marketing yang dilakukan oleh brand hanya berjalan satu arah. Brand hanya beriklan dan berpromosi tanpa bisa direspon oleh konsumennya. Namun dengan adanya media sosial, arah komunikasi antara brand dengan konsumen berubah drastis. Komunikasi dari brand dapat langsung direspon oleh konsumen, begitu pula sebaliknya. Thanks to social media.

Kehadiran media sosial memang membawa revolusi dalam kegiatan marketing. Jika dulu brand yang memegang kendali atas produknya, kini konsumen pun juga bisa menjadi media yang mempromosikan sebuah produk. Karena lewat media sosial, semua orang adalah media. Dalam kata lain, brand kini tidak dapat lagi mengontrol key messaging-nya karena konsumen telah menjadi brand manager sendiri untuk produk yang mereka gunakan.

455860-PFJX3S-247.jpg
 

“Karena lewat media sosial, semua orang adalah media.”

Kecenderungan pengguna media sosial saat ini adalah kegemaran mereka untuk sharing atau berbagi apapun ke teman, keluarga, bahkan orang asing sekalipun untuk validasi dan mendapatkan pengakuan. Ada yang berbagi konten di media sosial hanya sekadar untuk pamer atau flexing, namun ada juga yang memang memiliki niat baik untuk berbagi informasi. Umumnya konten-konten semacam ini disebut sebagai user-generated content (UGC) atau “konten dari pengguna”. Bentuk UGC yang kini cukup banyak ditemui adalah konten review di platform seperti Instagram atau YouTube. Melalui review, konsumen berbagi pendapat mereka atas suatu produk dan berusaha menjadi influencer bagi sekitarnya.

Menariknya, melalui UGC, brand bisa mendapatkan saluran promosi baru dalam bentuk earned media. Pemilik brand seharusnya bisa memahami bahwa konten-konten yang diciptakan oleh konsumen ini menjadi semacam billboard baru yang bisa dimanfaatkan untuk mengamplifikasi aktivitas marketing dari brand mereka. Dengan begitu, UGC kini menjadi salah satu kunci dari strategi marketing melalui konten untuk sebuah brand.

Anehnya, ada beberapa brand yang justru merasa terganggu dengan adanya UGC untuk produk-produk mereka. Baru-baru ini beredar sebuah surat dari brand produsen alat aktivitas outdoor Eiger kepada content creator yang telah membuat konten review produk mereka. Dalam cuitannya di Twitter, content creator – yang juga merupakan konsumen loyal Eiger – dianggap oleh brand menampilkan produk secara kurang layak. Bahkan brand tersebut sampai meminta agar konten tersebut diturunkan dari YouTube.

Menilik kasus tersebut, video yang diunggah oleh sang kreator merupakan UGC sebagai earned media untuk Eiger di mana kreator mempromosikan produk dari brand – dalam bentuk review – atas dasar kecintaannya pada brand tersebut. Berbeda dengan paid media di mana brand memang membayar kreator atau influencer untuk membuatkan konten khusus, dalam earned media brand tidak memiliki hak untuk mengatur informasi yang ditampilkan.

Terlebih lagi, kreator tersebut bertindak pula sebagai konsumen atas produk dari brand sebagai pelaku usaha. Jika menyimak pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999), bahwa salah satu hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Video review di YouTube-nya pun menjadi bentuk dari berbagi pendapat.

Harus diakui, tindakan yang dilakukan Eiger adalah sebuah salah langkah di era media sosial. Brand seharusnya bisa merangkul content creator dan menjadikannya sahabat. Hal ini dikarenakan konsumen modern memiliki rasa percaya yang lebih tinggi terhadap sosok content creator atau influencer karena merupakan individu sama seperti mereka.

Selain itu, membiarkan konsumen mem-posting foto atau video produk dari sebuah brand sebenarnya membantu dalam memanusiawikan (humanize – red.) brand yang dulunya selalu terkesan korporat. Dengan munculnya promosi organik dari content creator, akan timbul sense of community dan hubungan personal antara konsumen dengan brand.

Previous
Previous

Adaptasi Pembatasan Pengunjung Kafe Lewat “The Weekend Brunch Club”

Next
Next

Homebody Economy: Saat Pasar Pindah ke Rumah