Mengkreasikan Garam Untuk Pemberdayaan Petani
Indonesia adalah negara yang kaya akan mineral alami, salah satunya garam. Meski demikian, Indonesia masih mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian. Melihat potensi yang ada, Ni Made Toya pun terpikir untuk membuat produk garam yang mengambil bahan dari dalam negeri serta diolah secara tradisional untuk memberdayakan petani lokal. Brand produk garam ini lantas dinamai Toya Salt.
Berbasi di Bali, Toya Salt menyediakan berbagai varian garam, mulai dari untuk memenuhi kebutuhan memasak, hingga untuk relaksasi. Garam masak yang ditawarkan oleh Toya Salt memiliki beberapa varian seperti garam dengan berbagai rasa, garam asap atau smoked salt, dan black garlic salt. Setiap garam yang diproduksi diambil dari sumber daya lokal yang berasal dari tiga belas provinsi di Indonesia.
“Kesamaan dari ketiga belas pantai yang kita ambil garamnya ini adalah memiliki pasir hitam. Biasanya, pasir hitam ini berasal dari gunung vulkanik yang kaya akan mineral yang dipercaya dapat menyaring microplastic di laut,” tutur Alam, selaku tim pemasaran dari Toya Salt.
Selain garam, semua rasa rempah-rempah yang ada di setiap produk Toya Salt juga diambil dari berbagai daerah Indonesia. Misalnya lada panjang yang diambil dari Bali, atau pala yang berasal dari Aceh. Rupanya, produk garam dengan rasa ini memang cukup digemari konsumen baik di dalam maupun luar negeri.
Alam menyebutkan, umumnya banyak orang Indonesia menyukai rasa garam bawang yang cocok dijadikan bumbu masakan seperti cumi. Sedangkan konsumen dari luar negeri lebih tertarik dengan rasa garam yang lebih ‘menendang’, seperti garam bunga kecombrang. Namun setiap varian yang ada tetap memiliki rasa asin garam yang khas.
Selain garam yang digunakan untuk masakan, Toya Salt juga menyediakan bath salt atau garam untuk campuran berendam maupun relaksasi dengan berbagai varian yang memiliki aroma berbeda, sehingga cocok digunakan saat bersantai, beristirahat sejenak, atau ‘me time’. Aroma yang tersedia untuk varian garam relaksasi antara lain sandalwood, mint, lavender, dan masih banyak lainnya.
Alam menjelaskan, alasan Toya Salt berusaha mengambil seluruh bahannya secara lokal adalah karena mereka menyadari bahwa petani garam di Indonesia masih belum mendapatkan upah yang cukup. Ni Made Toya yang tumbuh besar dan memiliki passion di bidang garam ini pun berusaha untuk memberdayakan petani garam yang ada. “Sebenarnya banyak dari petani itu sudah tua, dan anak-anak nya banyak yang tidak ingin melanjutkan jadi petani garam. Mereka banyak yang ke kota atau kemana cari pekerjaan lain. Nah di situ Ibu Ni Made Toya memiliki ide untuk memberikan upah yang sepadan untuk para petani garam,” tutur Alam. Dirinya pun menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan oleh Ibu Ni Made Toya ini juga untuk melestarikan proses pembuatan garam tradisional Indonesia.
Tidak hanya itu, Toya Salt berupaya menghadirkan produk yang memiliki visi keberlanjutan serta ramah lingkungan. Menyadari bahwa banyaknya sampah yang dibuang di laut, Toya Salt berusaha mengurangi penggunaan plastik dengan penggunaan botol kaca yang dapat digunakan kembali pada produknya. Selain itu, mereka pun juga menyediakan refill station di beberapa tempat, yang saat ini baru tersedia di Jakarta dan Bali.