Desain Kemasan Produk Sebagai Medium Pesan Inklusivitas Untuk Lingkungan dan Masyarakat
Apa hal pertama yang kamu lihat saat akan membeli sebuah produk?
Besar kemungkinan jawabannya adalah kemasan. Berbeda dengan kata pepatah, don’t judge the book by its cover, kemasan produk sering kali jadi hal pertama yang akan kita nilai. Bisa jadi dari pemilihan warna, ilustrasi, hingga komponen lain yang dapat diterima oleh indera kita.
Masih dalam semarak perayaan International Design Day yang mengangkat tema “Is It Kind?”, Geometry ingin membahas lebih lanjut mengenai bagaimana cara para desainer dan juga brand menafsirkan tema ini dalam aplikasi desain kemasan produk mereka terhadap lingkungan dan juga individu-individu yang terkadang termarjinalkan dalam masyarakat. Kali ini, Geometry berkesempatan berbincang lebih lanjut bersama dengan Lulu Bong, Founder Qualita dan Sabrina Chresstella, Creative Director Glowinc & BeautyHaul.
Bersama Meski Tak Sempurna Lebih Baik Daripada Sempurna Sendirian
Lulu Bong memulai perjalanannya di dunia percetakan sejak tahun 2012. Ia memulai Qualita berbekal ketertarikannya dengan kertas dan printing, ditambah dengan latar belakang pendidikannya sebagai lulusan desain. Seiring berjalannya waktu, di tahun 2019 ia menyadari berapa banyak sampah kertas yang dihasilkan saat mencetak kemasan produk. Meski secara skala, belum terlalu besar Lulu merasa sampah yang dihasilkan sudah mulai di luar batas.
“Padahal kita saat itu belum jadi percetakan yang besar banget, tapi sampah yang kita hasilkan sudah sangat banyak. Aku bahkan sempat berpikir untuk berhenti. Karena aku pikir kalau aku kerjanya semakin banyak, berarti pohon yang harus ditebang berapa banyak nih? Sampai akhirnya aku berpikir gimana caranya untuk justru bisa berkontribusi lebih banyak ke alam,” terang Lulu Bong, Founder Qualita.
Berdasarkan laporan Greenpeace pada tahun 2019 mengenai kesalahpahaman mengenai cara penanggulangan sampah plastik, kertas sering kali menjadi opsi yang dianggap lebih “ramah lingkungan”. Padahal, tingkat ketebalan dan bahan yang tercampur dalam kertas terkadang tetap menjadikan opsi ini sulit untuk didaur ulang.
Desainer, dalam hal ini sebagai orang yang bertanggung jawab dalam menentukan desain kemasan produk dapat memiliki kontribusi krusial terhadap lingkungan. Lulu mengungkapkan bahwa sebenarnya desainer memiliki unique power untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Qualita kini menggunakan konsep 4R yakni reduce, reuse, recycle, dan rethink. Desainer memiliki peran yang cukup penting dalam proses rethink. Pertimbangan mengenai extra life dari kemasan bisa menjadi poin tambahan dalam proses kreatif yang terjadi saat ingin mengembangkan sebuah desain kemasan produk. Misalnya, membuat desain kemasan produk yang dapat dipakai kembali menjadi mainan anak, produk koleksi, atau cara lain untuk memperpanjang usia kemasan tersebut agar tidak langsung menjadi sampah.
Ada pula konsep cradle to cradle yang dapat diterapkan dalam proses desain kemasan produk. Konsep satu ini mungkin lebih sering didengar dalam disiplin ilmu ekonomi. Singkatnya, apa yang kita pakai dari alam harus kembali ke bumi. Jangan sampai kita terus menerus mengambil hasil alam tanpa memberikan kontribusi kembali dan akhirnya sumber daya yang ada justru habis.
“Sebenarnya ranah desainer itu solving the problem. Kalau kita ngomongin packaging produk biasanya diserahkan ke desainer. Jadi sebenarnya desainer perlu memberi tahu material bahan apa yang seharusnya digunakan atau material apa yang bisa lebih ramah lingkungan. Kalau aku bilang lebih baik berkontribusi sedikit tapi ada banyak yang melakukan daripada satu orang tapi perfectly sustainable, yang sebenarnya nggak akan ada.” Tutup Lulu Bong.
Desain Kemasan Inklusif Tanpa Batasan
Kemasan produk pada dasarnya adalah medium pengenalan sekaligus pembentukan citra dari sebuah brand. Hal ini yang kemudian juga menjadi salah satu aspek yang betul-betul dipertimbangkan oleh Glowinc, sebuah brand produk kecantikan yang membawa tagline utama “No Boundaries Beauty”.
Sabrina Chresstella, Creative Director Glowinc & BeautyHaul, membagikan cara pandang serta proses kreatif yang terjadi dalam pengerjaan desain kemasan produk dari Glowinc. Penambahan huruf Braille dalam kemasan produk Glowinc menjadi salah satu upaya untuk menyuarakan inklusivitas bagi semua individu dalam masyarakat.
“Berangkat dengan ide ‘No Boundaries Beauty’, kami memutuskan untuk menyematkan huruf Braille ke dalam packaging Glowinc. Berdiskusi dengan Yayasan Peduli Kesejahteraan Tunanetra adalah salah satu prosesnya. Proses revisi sampel pun terjadi berulang kali demi mengikuti standar penulisan huruf Braille yang baik dan benar. Jadi, seluruh penulisan yang tertera pada packaging Glowinc sudah melalui proses persetujuan dan tes baca ke teman-teman Tunanetra dengan bantuan Yayasan Peduli Kesejahteraan Tunanetra. Terima kasih teman-teman!” ungkap Sabrina Chresstella kepada Geometry.
Saat merancang desain produk tentu ada banyak sekali aspek yang menjadi bahan pertimbangan. Sabrina menjelaskan bahwa dirinya dan tim mempertimbangkan aspek fungsional, informatif, sederhana, dan inklusivitas dalam mengerjakan sebuah desain kemasan produk. Hal ini pula yang membuat proses persiapannya menjadi lebih panjang, bahkan bisa membutuhkan waktu hingga 7 sampai 8 bulan sebelum akhirnya sebuah kemasan produk dirilis ke publik.
“Untuk meningkatkan kesadaran kepada publik tentang kesetaraan. Bukan hanya menyematkan huruf Braille dalam packaging Glowinc, kami juga mengajak teman kami Surya Sahetapy ke dalam kampanye Glowinc. Bahkan di beberapa siaran langsung, kami juga ditemani oleh juru bahasa isyarat, dan mendapatkan respon yang cukup positif dari teman-teman disabilitas. Semua manusia berhak mendapatkan kesetaraan dalam hal apapun.” Pungkas Sabrina.
Setiap individu dalam masyarakat memiliki perannya sendiri dalam memberikan kontribusi baik bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Desainer, dalam hal ini melalui desain kemasan produk memiliki peran untuk memberikan solusi sekaligus pesan tidak tertulis untuk menyuarakan inklusivitas bagi teman-teman yang selama ini termarjinalkan dan juga untuk bumi tempat kita tinggal saat ini.