Sinema5: Lahirkan Bakat-Bakat Baru Perfilman Indonesia
Di tengah geliat industri film Indonesia saat ini, memunculkan talenta-talenta baru yang mampu membawa angin segar jadi tantangan tersendiri. Terutama talenta untuk posisi sutradara dan penulis. Berangkat dari permasalahan tersebut, Sinema5 hadir untuk membantu melahirkan bakat baru dan membawa regenerasi bagi industri film di Indonesia.
Annisa Adjam selaku CEO Sinema5 mengungkapkan, “Sutradara dan penulis merupakan jantung bagi sebuah film, sehingga mereka harus mampu dan tahu bagaimana menuangkan ide ke dalam tulisan dan kemudian melakukan pitching atas hasil ide mereka. Tak hanya kemampuan dalam menjabarkan dan menjual konsep ide cerita yang dimiliki, skillset lain yang dibutuhkan juga berupa pembawaan diri dalam lingkungan.”
Annisa juga mengungkapkan bahwa kebutuhan sebagai seorang sineas tidak sekadar memiliki cerita yang menarik, banyak ide, atau kreatif namun juga harus memiliki posture, positioning, dan keberanian dalam menantang diri sendiri untuk memperluas networking. Bagi seorang individu kreatif, ide harus sangat dijaga, melestarikan ide merupakan perjuangan sendiri sehingga bisa mencapai titik dipercaya investor atau rumah produksi nantinya.
“Kalau misalkan writer atau director kan entry-level-nya mereka harus tau how to showcase their capability, how to showcase their uniqueness, dan bagaimana mereka bisa percaya diri kalau mereka mampu memvisualisasikan ataupun mampu menuliskan dalam bentuk paperwork untuk meyakinkan para kolaborator mereka nanti,” jelasnya.
Hal ini lah yang kemudian menggerakan Sinema5 untuk membuka kelas script writing dan directing. Kedua kelas ini merupakan bentuk kontribusi Sinema5 untuk melahirkan talenta-talenta yang berfokus pada bagian kreatif dalam industri perfilman. Kursus ini tidak hanya diperuntukkan bagi filmmaker pemula, namun juga bagi khalayak yang belum terpapar industri perfilman sedikitpun.
“Sebenernya kita itu juga orang-orang yang berangkat dari ‘we just realized kalo passion kita itu di film setelah kita udah berkarir di tempat lain’, nah makanya kita fokus ke temen-temen yang mungkin tidak punya akses ke sekolah film dan baru sadar punya passion atau mau memperjuangkan passion di filmnya setelah mereka kerja di industri lain,” ungkap Annisa.
Proses pembelajaran yang ditawarkan oleh Sinema5 pun sangat beragam. Setelah mempelajari esensi dasar, serta cara menuangkan ide ke dalam cerita, para murid kemudian akan belajar mengembangkan hal-hal teknis, seperti mengubah cerita ke dalam story board, menentukan shot sesuai visual yang mereka bayangkan. Setelah itu, akan ada pembelajaran praktik di mana murid akan bertemu dan belajar berkomunikasi dengan para aktor, membuat satu scene penuh, dan merekam scene tersebut.
Tak hanya berhenti di situ, Sinema5 juga akan membantu para murid untuk membuat pitch deck yang kemudian akan dipresentasikan kepada para juri eksternal.
“Jadi kita juga bikin forum panelis di mana ada juri eksternal dari sineas Kanada, Singapura, dan para tutor. Mereka akan menilai bagaimana para murid bisa membawakan intensi dari ide dan visualisasi konsep statement yang mereka sudah bayangkan itu untuk menjadi proposal film pendek yang menjanjikan,” terang Annisa.
Dengan didukung para pengajar dari berbagai latar belakang di industri perfilman, Sinema5 mencoba menghadirkan pembelajaran yang mengombinasikan critical thinking dan creative thinking bagi muridnya. Program edukasi Sinema5 ini diharapkan dapat dijadikan sebagai batu loncatan bagi siapapun yang ingin beralih karir ke industri perfilman.