Lima Penulis Emerging Lolos Seleksi Ubud Writers & Readers Festival 2019

Cover.jpg

Pada 14 Januari-15 Maret lalu, Yayasan Mudra Swari Saraswati, lembaga nirlaba yang menaungi Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) membuka seleksi penulis emerging Indonesia 2019. Selama rentang waktu tersebut, sebanyak 1.217 penulis mengirimkan 1.253 karya berupa cerita pendek, puisi, dan naskah novel. Jumlah ini merupakan jumlah paling banyak sepanjang seleksi penulis emerging Indonesia yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2008.

Seleksi penulis emerging Indonesia merupakan wadah bagi para penulis-penulis berbakat Indonesia untuk menampilkan karya-karya terbaik mereka, serta membuka jalan di dunia kepenulisan profesional. Pada tahun ke-16 penyelengaraan UWRF ini, Yayasan Mudra Swari Saraswati dengan bangga mengumumkan bahwa lima penulis emerging telah terpilih untuk tampil dalam perhelatan sastra, seni, dan budaya terbesar di Asia Tenggara pada tanggal 23-27 Oktober mendatang.

Dari rapat kuratorial, terangkum nama-nama penulis emerging terpilih, yaitu: Chandra Bientang dari DKI Jakarta, Ilhamdi Putra dari Padang, Sumatera Barat, Heru Sang Amurwabumi dari Nganjuk, Jawa Timur, Lita Lestianti dari Malang, Jawa Timur, dan Nurillah Achmad dari Jember, Jawa Timur. Kelima nama tersebut dipilih langsung oleh Dewan Kurator UWRF 2019 yang terdiri dari penulis, jurnalis, dan sastrawan ternama Indonesia, yaitu Leila S. Chudori, Putu Fajar Arcana, dan Warih Wisatsana.

Proses kuratorial dimulai dari pembacaan awal yang dilakukan oleh Indonesian Program Manager UWRF, Wayan Juniarta. Dari tahap ini, terangkum daftar nominasi yang terdiri atas 30 karya dari 30 penulis. Setiap kurator kemudian memilih 10 karya, yang kemudian disaring kembali menjadi lima karya terpilih. Setiap karya telah dibaca ulang dan didiskusikan oleh para kurator, baik mengenai tema, pemilihan kata dan diksi, serta aspek kesusastraan lainnya. Sejalan dengan komitmen UWRF untuk menempatkan kualitas karya sebagai parameter yang paling utama dalam proses seleksi, tahun ini UWRF kembali hanya memilih karya-karya terbaik saja.

“Kelima karya ini dianggap telah mampu mendorong kesadaran untuk selalu berpihak kepada akal sehat. Sastra memang tidak menyodorkan solusi, tetapi harus mampu memberi “pencerahan” agar para penikmatnya mengutamakan penyelesaian dengan akal sehat. Secara istimewa, kelima karya terpilih hampir selalu berangkat problematika sosial-kultural yang terdapat di sekeliling mereka. Oleh sebab itu, nuansa lokalitasnya begitu menonjol, meski kemudian tidak jatuh pada etnosentrisme kaku. Problem-problem lokal itu ditafsir sedemikian rupa dan disajikan dalam bahasa estetik, yang kemudian kita ketahui memiliki nilai-nilai universal,” ujar Putu Fajar Arcana.

“Tahun ini, karya penulis umumnya cerdas membuat lekukan pada plot hingga menimbulkan daya kejut. Membuat daya kejut pada cerita drama sebetulnya sangat sulit karena akan cenderung menjadi melodramatik atau akhir yang dipaksakan. Tetapi para penulis ini berhasil membuat daya kejut sebagai bagian dari ceritanya dengan cara yang alamiah dan cerdas,” Lelia S. Chudori menambahkan.

Kelima penulis emerging terpilih datang dari latar belakang berbeda. Mereka adalah mahasiswa, penulis lepas, wiraswasta, karyawan swasta, dan ibu rumah tangga. Para penulis emerging terpilih ini berusia antara antara 25 tahun hingga 40 tahun. Semuanya terbukti memiliki kepiawaian dalam berbahasa Indonesia dengan baik. “Sebagai penulis, mereka sudah tidak lagi bermasalah dengan Bahasa Indonesia sebagai media ekspresi, terbilang piawai dalam bertutur (mengatur plot, mengelola konflik, serta penyelesaian), dan memiliki keunikan secara stilistik maupun tematik,” komentar Warih Wisatsana.

Sama seperti tahun lalu, karya sastra berupa cerita pendek kembali menjadi sorotan. Empat dari lima karya penulis emerging yang terpilih berupa cerita pendek, sedangkan hanya satu karya berupa puisi. Judul-judul cerita pendek karya penulis emerging antara lain: Anak Kucing Leti, Mahapralaya Bubat, Nyanyian Pilu Meo Oni yang Terdengar dari Hutan, dan Pada Hari Ketika Malam Lelap di Pangkuannya. Sementara, satu-satunya karya berupa puisi yang terpilih berjudul Alegori.

Warih Wisatsana selaku Dewan Kurator UWRF19 mencermati bahwa seluruh nominasi utama berupa karya prosa atau cerita pendek menggarap tema seputar lingkungan keseharian dan kaya dengan warna lokal seperti patriarki, adat, mitos, dan lain-lain. “Para penulis ini berhasil menggali tema tersebut secara mendalam. Problematik yang diungkap tidak berhenti menjadi persoalan pribadi, melainkan menyuratkan juga pesan sosial yang lebih universal; mengkritisi berbagai hal yang dirasa tidak adil,” ujarnya.   

Program Seleksi Penulis Emerging Indonesia bertujuan untuk menjembatani para penulis emerging untuk lebih berkembang. Mereka mendapat kesempatan memperdengarkan karyanya kepada dunia bersama para penulis ternama dari Indonesia maupun internasional. Mereka akan diterbangkan dari kota masing-masing ke Ubud untuk ikut berpartisipasi dalam mengisi panel-panel diskusi di UWRF 2019. Karya-karya mereka pun akan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan dibukukan dalam buku antologi dwi bahasa, bersama dengan karya dari para penulis ternama Indonesia lainnya. Deretan nama penulis ternama Indonesia yang akan melengkapi Antologi 2019 ini akan diumumkan bersamaan dengan pengumuman program lengkap UWRF19.

Sejalan dengan misi Yayasan untuk memperkaya kehidupan bangsa Indonesia melalui program pengembangan budaya dan komunitas, seleksi penulis emerging ini juga terbukti telah membukakan jalan bagi banyak penulis emerging Indonesia menuju karir kepenulisan yang lebih profesional. Sebagai contoh, para penulis emerging yang diundang ke UWRF 2018 tahun lalu telah menerbitkan buku-bukunya melalui Comma Books, sebuah penerbitan di bawah naungan KPG. Karya-karya sastra penulis yang dulunya merupakan penulis emerging UWRF juga kerap dijumpai di koran-koran berita nasional Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa banyak sekali kesempatan yang bisa diraih para penulis emerging. “Ubud Writers & Readers Festival telah menjadi landasan pacu bagi para penulis emerging dalam berkarya,” ujar Wayan Juniarta mewakili UWRF.

Emerging adalah istilah yang digunakan oleh UWRF untuk para penulis Indonesia yang memiliki karya berkualitas namun belum memperoleh publikasi yang memadai. Program Seleksi Penulis Emerging Indonesia adalah bagian dari komitmen Yayasan Mudra Swari Saraswati untuk mendukung kehidupan masyarakat Indonesia melalui program-program seni dan budaya. Selain itu, program ini merupakan wadah untuk menemukan calon bintang-bintang sastra masa depan Indonesia.

Previous
Previous

Denyut Kreatif di Kalimantan

Next
Next

Sepotong Cerita Dalam Jam Tangan