Agar Industri Game Lokal Lebih Melesat!
Perkembangan industri gim lokal di Indonesia terlihat sangat pesat. Hal tersebut dinyatakan dalam buku digital “Peta Ekosistem Industri Game Indonesia 2020” yang diluncurkan pada April 2021 kemarin. Dalam buku tersebut, tercatat pertumbuhan produksi video gim dan jumlah gim yang dirilis dalam rentang waktu 2017-2019 meningkat drastis. Bahkan, revenue yang didapatkan oleh industri gim naik 36%.
Tak hanya itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno pun dalam beberapa kesempatan mengungkapkan dukungan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri gim lokal di Indonesia. Salah satunya dengan diresmikannya cabang olahraga e-sport pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021.
Namun, tentunya perkembangan ini bukan berarti tidak ada hambatan di dalamnya. Dalam wawancara eksklusif bersama CEO Anantarupa Studios, Ivan Chen, ia menjelaskan kekurangan industri gim Indonesia adalah ekosistemnya itu sendiri, serta modal untuk mengelola sumber daya manusia (SDM) yang ada.
“Kesulitan yang utama ekosistem industri game itu belum ada di Indonesia, buat lokal ya. Artinya gini, tarulah kalau di China gitu, kita mau bikin game ya kan, kayak Genshin Impact contohnya, itu biaya pembuatannya 100 juta USD, 1,5T, bisa, ada investornya. Di Indonesia, nggak ada,” jelas Ivan kepada Geometry (22/9).
Ivan menyayangkan kemampuan Indonesia yang sebetulnya bisa memimpin dalam industri gim, namun SDM dengan kemampuan yang mumpuni memilih untuk bekerja di luar negeri.
Melihat kekurangan ini, jika pemerintah menginginkan kemajuan dalam industri gim lokal, Ivan menerangkan konsep triple helix yang jauh lebih dari cukup untuk pengembangan industri gimitu sendiri. Konsep triple helix memberikan pendekatan hanya dengan 3 peran, yaitu dari industri, pendidikan atau universitas, dan pemerintah. . Adanya jarak antara pendidikan dengan industri itu sendiri yang malah menghambat SDM memiliki kualifikasi yang mumpuni.
Hal ini sudah Ivan buktikan dengan melakukan kurasi kepada 1000 siswa SMK yang ternyata didapati tidak memiliki kualifikasi untuk masuk ke dalam industri gim, padahal siswa-siswa ini mengakui sudah mendapatkan pendidikan game development. Kesalahan yang terjadi ada pada tenaga pendidik yang belum pernah terlibat langsung dalam pembuatan gim. Ia merasa masalah seperti ini yang harus segera dibenahi.
Kontribusi pemerintah juga menjadi penting setidaknya dalam 3 aspek: Akses pasar, pendanaan, dan kebijakan. Ivan mengharapkan dalam pemberlakuan kebijakan, setidaknya dimulai dari pemerintah atau perusahaan-perusahaan BUMN dengan menggunakan produk lokal.
“Kebijakan publik, misalkan kayak BUMN atau milik negara atau pemerintah itu paling nggak harus menggunakan produk lokal. Ya, dong? Kita punya program Bangga Buatan Indonesia, masa BUMN pakenya produk asing atau IP asing. Nah itu yang kita harapkan,” ungkap Ivan.
Pendanaan menjadi akses penting dalam pengembangan gim lokal, Ivan menyayangkan kemampuan Indonesia yang belum bisa memberikan investasi kepada industri-industri yang ada. Tak seperti Malaysia yang mampu melakukan reimburse sebesar 50% pada industrinya. Ditambah, pendekatan Indonesia yang sangat sektoral. Tiap industri memilih untuk berinvestasi dalam lingkaran industrinya sendiri, dibanding menjajaki industri lainnya.
Ivan juga mengambil contoh kasus dari perdana menteri Polandia yang memberikan hadiah gim The Witcher kepada Presiden Amerika, Barack Obama pada 2011. Kasus ini menjadi rentetan kejadian yang menguntungkan bagi Polandia, karena setelah itu gim tersebut dimainkan oleh seluruh dunia dan memberikan pemasukan bagi pengembang gim dan Polandia sendiri.
Dengan adanya intervensi dari pemerintah, diharapkan industri gim Indonesia pun memiliki kemampuan untuk mendunia dan bersaing langsung dengan industri gim asing.